Rabu, 07 Oktober 2015

Manchester United dan Teori Keruntuhan Majapahit

              

                                                                   
Narasi sejarah awal keruntuhan Kerajaan Majapahit selalu dikaitkan dengan kematian Patih Gadjah Mada (1364 M) dan Prabu Hayam Wuruk (1389 M). Bagaimanapun, kedua figur ini mampu membawa Majapahit pada puncak kejayaan. Ditandai dengan dikuasainya sebagian besar wilayah nusantara, termasuk semenanjung Malaya dan sebagian Filipina.

Kematian Hayam Wuruk dan Gadjah Mada tak pelak membuat kerajaan yang berpusat di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur ini mengalami kemunduran. Terjadi perebutan kekuasaan karena tidak ada figur pemersatu: Perang Paregreg pun meletus pada 1405. Membuat kerajaan yang berusia lebih dari 200 tahun ini mendekati ajalnya.

Manchester United jelas hal yang berbeda jauh dengan Majapahit, baik secara entitas, spasial, maupun temporal. Namun, dalam beberapa aspek kedua institusi ini terlihat sama. Terutama soal nasib-nasib yang menimpanya.

Kesamaan ini kian jelas jika melihat situasi dan kondisi Manchester United saat ini. Manchester United hari ini bukan lagi Manchester United yang kita jumpai 5-10 tahun lalu. Klub yang memiliki jumlah “penduduk” 10 persen dari total seluruh warga dunia ini sedang mengecewakan banyak pihak: kebijakan-kebijakan yang diambil manajemen semakin jauh dari nilai-nilai ke-MU-an. Duet Louis van Gaal – Ed Woordward, yang melanjutkan duet Lord Moyes – Ed Woordward, dianggap belum mampu menyamai kepemimpinan Sir Alex Ferguson – David Alan Gill. 
   
Ya, Fergie dan Gill adalah dua figur penting dibalik kejayaan kerajaan bisnis Malcolm Glazer ini. Gill yang sudah mengabdi selama 16 tahun di Old Trafford, menanggalkan jabatannya pada 2013, untuk menjadi Wakil Ketua FA, anggota Exco UEFA, hingga Wakil Presiden FIFA. 

Pria yang menjabat CEO Manchester United sejak 2003 ini (selalu) mampu menerjemahkan keinginan Fergie di lantai bursa transfer. Robin van Persie menjadi kado perpisahan yang ia persembahkan kepada pria Skotlandia.  Media The Telegraph menggambarkan sosok kelahiran Reading, sebagai pribadi dengan pembawaan tenang yang memiliki peran ganda.

“Gill adalah administratur sepakbola kuno yang memiliki peran besar bersama Ferguson. Ia berhasil membuat rekening Manchester United kian gemuk. Ia adalah sosok penting dibalik deal-deal MU dengan sponsor: produsen mesin diesel Malaysia, perusahaan farmasi Bulgaria, Mr Potato (Malaysia), dan The Chilean Wine Company.” 

Pensiunnya Gill dari jabatan CEO Manchester United pada 20 Februari 2013 membuat Sir Alex Ferguson sedih sekaligus bahagia. “David telah menjadi chief executive yang hebat: dia jujur dan selalu menempatkan Manchester United di posisi pertama,” ujar Fergie suatu ketika.

“Tidak pernah ada selisih pendapat diantara kami. Dia selalu menginginkan yang terbaik untuk United: apakah itu pemain, tempat latihan, atau staf. Kepergiannya adalah kerugian besar bagi saya, tapi fakta bahwa ia akan ada di dewan FA membuat alasan kepergiannya menjadi baik.”

Resign-nya sang CEO memang tak terlalu berdampak pada stabilitas Manchester United. Namun, kondisi itu segera berubah dalam tiga bulan ke depan kala SAF—sapaan Sir Alex Ferguson—memutuskan pensiun dari klub dan dunia sepakbola yang membesarkannya.

Keputusan sang gaffer pensiun di akhir musim 2012/2013, pada Mei 2013 segera melemahkan harga saham MU beberapa hari setelahnya. Di bursa saham New York, harga saham MU menurun 4,7 persen dari US$ 18,77 menjadi US$ 17,88.

“Ini meningkatkan risiko berinvestasi di Manchester United. Kondisi ini seperti ketika Apple kehilangan Steve Jobs. Ferguson merupakan kunci eksekutif yang menjadi motor bisnis,” kata pakar bisnis olahraga Emmanuel Hembert seperti dikutip CNN.

Ya, sosok Fergie memang tak bisa dilepaskan dari Manchester United. Fergie dan Manchester United ibarat Dwi Tunggal yang saling melengkapi. Selama 26 tahun pengabdiannya, kakek yang dikenal arogan di ruang ganti ini telah mempersembahkan 38 trofi bagi the red devils: 13 trofi Premier League, 2 trofi Liga Champions, 5 trofi FA Cup, 4 League Cup, 10 trofi Community Shield, 1 trofi European Cup Winners, Uefa Super Cup, Intercontinental Cup, dan FIFA Club World Cup.

Sementara Manchester United tetap bersetia dengan Fergie, para klub rival sibuk bergonta-ganti manager. Liverpool telah berganti 10 manager selama Fergie berkuasa di Manchester United. Chelsea lebih mengerikan lagi, sebanyak 18 nama telah mengisi kursi manager klub milik Roman Abramovich ini.

Maka lengsernya Gill dan Fergie secara hampir bersamaan membuat fans dan para “diaspora” Manchester United sedih. Kesedihan juga dirasakan para rival. “Anda harus menghormati keputusannya. Ini menyedihkan karena merupakan akhir dari sebuah karier yang luar biasa. Dia mendapatkan banyak pujian yang memang layak ia dapatkan,” ujar pelatih Arsenal Arsene Wenger.

“Ketika Sir Alex menelpon saya dan memberi saya sebuah kehormatan untuk mengetahui keputusannya, saya merasa terkejut dan sedih,” tutur manager Chelsea Jose Mourinho.

Sepeninggal David Gill, kursi Direktur Eksekutif lalu diambil alih Ed Woordward, sosok yang amat berjasa dalam proses akuisisi Manchester United oleh keluarga Glazer pada 2005. Woordward memang seorang ekonom yang andal dalam mencari sponsorship. Duetnya bersama bagian komersial United Richard Arnold, membuat pundi-pundi keuangan klub kian gemuk. Mega deal United bersama perusahaan jersey Adidas salah satu bukti shahihnya. Belum lagi ditambah kesepakatan lain dengan Chevrolet, AON, Aeroflot, Epson, Aperol Spritz, hingga perusahaan mie instan macam NISSIN.

Fergie pernah berkata bahwa Woordward  merupakan sosok yang pintar mencari uang, tapi ia tidak tahu cara menghabiskan uang. Ini yang menjadi problem utama Manchester United sepeninggal Gill dan Fergie.

Ketidakcakapan Woordward di bursa transfer, ditambah hadirnya David Moyes di kursi paling “panas” bekas Ferguson, membuat performa United mencapai titik nadir. Di musim pertamanya bersama sang football genius, United terpuruk di posisi 7 klasemen Premier League 2013/2014. Moyes yang memiliki kontrak panjang bersama United akhirnya di depak sebelum kompetisi rampung. Ryan Giggs lalu ditugaskan untuk mengganti posisinya sementara.

Kursi kepelatihan United lalu diambil alih oleh Louis Van Gaal di musim selanjutnya. The iron tulips dinilai mampu mengembalikan United ke khittah setelah ia mampu membawa Timnas Belanda menjadi yang terbaik ke tiga di Piala Dunia Brazil 2014.

Kegemaran Van Gaal dalam merawat pemain muda dan memeragakan sepakbola indah juga dinilai searah dengan filosofi United. Namun, faktanya itu semua hanya cerita manis di awal. Semuanya segera berubah ketika bon belanja United mencapai Rp. 6,1 triliun.

Ya, United telah berubah dari klub penjual ke klub pembeli. Memang belanja pemain dengan nilai fantastis tersebut bukan hanya terjadi di era Van Gaal. Lord Moyes juga membeli dua pemain: Marouane Fellaini dan Juan Mata seharga 27,5 juta poundsterling dan 37,1 juta poundsterling.

Di era Van Gaal, alih-alih belanja dengan efektif, belanja pemain United kian jor-joran dan tak terkontrol. Luke Shaw, Ander Herrera, Daley Blind, Angel Di Maria, Morgan Schneiderlin, Memphis Depay, Matteo Darmian, dan Bastian Schweinsteiger adalah muka-muka baru yang bernilai dua digit. Itu belum ditambah dengan transfer fenomenal Anthony Martial yang menguras keuangan United hingga 36 juta poundsterling.

Tak hanya terlampau mahal, pemain-pemain yang dibeli United sebagian besar tidak mampu mendongkrak performa tim secara keseluruhan. Contoh paling nyata adalah Di Maria. Pemain Real Madrid yang “transfernya” agak sedikit dipaksakan manajemen United ini ditebus seharga 59,7 juta poundsterling untuk kemudian dijual pada ke Paris Saint Germain seharga 44 juta poundsterling pada musim ini.

Di Maria—bersama Marouane Fellaini—bahkan membuat United memiliki “Bangku Cadangan” termahal di Premier League musim lalu. Riset The Soccerex Transfer Review menyebut harga pemain cadangan United mencapai angka Rp. 2,56 triliun. Berturut ada nama Tottenham Hotspur, Manchester City, Liverpool, dan Arsenal.

Dengan skuat parlente seperti itu, masygulnya tak satu pun trofi mampir di lemari United pada musim lalu. Tiket Liga Champions yang diperjuangkan Wayne Rooney dkk melalui jalur play off pun menjadi satu-satunya pledoi yang bisa membuat para fans bersabar.

Kini dengan skuat yang boleh dikatakan komplit, manajemen United tentunya wajib menargetkan minimal satu trofi kepada Louis Van Gaal. Hal itu harusnya juga diikuti dengan lebih banyak memasukkan pemain-pemain akademi ke starting eleven Manchester United. Ini semata-mata untuk menjaga kesetiaan dan kebanggaan warga Manchester United di seluruh penjuru dunia.

Hancurnya Kerajaan Majapahit banyak dipengaruhi oleh perkembangan Kasultanan Demak di pesisir yang dipimpin oleh Raden Patah alias Senapati Jin Bun. Maka, bukan hal mustahil bila kejayaan Manchester United akan mencapai episode terakhir seiring dengan berkembangnya Manchester City di bawah kepemimpinan Syeikh Mansour. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar